Jelajahi Keindahan Alam Lembang: Petualangan Alam yang Menyegarkan
Dari Sejarah hingga Keindahan: Menguak Pesona Masjid Syekh Syarif Abdurrahman Cirebon
Dibangun dengan konsep yang mengedepankan kearifan lokal, masjid ini memiliki desain yang terbuka dan ramah lingkungan. Elemen khas terlihat dari atapnya yang mengadopsi gaya tradisional Jawa. Di bagian depan masjid, terdapat kolam besar yang menambah keindahan sekaligus berfungsi sebagai pendingin alami. Kolam ini mencerminkan tradisi lokal di mana air sering digunakan sebagai simbol kesucian dan ketenangan.
Interior masjid juga tidak kalah memukau. Warna-warna natural, pencahayaan yang lembut, serta ruang ibadah yang luas memberikan kenyamanan bagi para jamaah. Masjid ini dirancang untuk menampung banyak pengunjung, baik untuk shalat berjamaah maupun kegiatan besar seperti seminar keagamaan atau pengajian.
Masjid Syekh Syarif Abdurrahman berada dekat dengan kompleks makam Sunan Gunung Jati, salah satu wali songo yang dihormati di Indonesia. Lokasi ini menjadikan masjid sebagai titik penting bagi para peziarah yang datang dari berbagai daerah. Dengan pemandangan sekitarnya yang asri dan suasana yang tenang, masjid ini menjadi tempat ideal untuk bermeditasi dan mendekatkan diri kepada Allah.
Bagi wisatawan, mengunjungi Masjid Syekh Syarif Abdurrahman adalah pengalaman yang tak terlupakan. Selain menikmati keindahan arsitekturnya, kita juga dapat merasakan kedamaian spiritual di tengah suasana masjid yang tenang. Tak jauh dari masjid, terdapat banyak pedagang yang menjajakan kuliner khas Cirebon seperti empal gentong, nasi lengko, dan berbagai oleh-oleh yang menggugah selera.
Penulis : Sri Susanti
Hutan Mycelia: Surga Baru Bagi Pecinta Wisata di Bandung
Bukit Mbah Garut, Ruang Terbuka Hijau yang Menyegarkan di Bandung
VOKALOKA.COM, Bandung– Bukit Mbah Garut, yang terletak di Kelurahan Cisurupan, Kecamatan Cibiru, Bandung, kini menjadi salah satu destinasi wisata baru yang menarik perhatian masyarakat. Dengan luas sekitar 6,11 hektar, ruang terbuka hijau ini resmi direvitalisasi oleh Pemerintah Kota Bandung untuk memberikan fasilitas publik yang bermanfaat bagi warga.
Setelah revitalisasi, Bukit Mbah Garut dilengkapi dengan berbagai fasilitas menarik. Terdapat trek jogging sepanjang 165 meter dan trek batu refleksi sepanjang 40 meter yang memungkinkan pengunjung berolahraga sambil menikmati pemandangan alam sekitar. Keberadaan pepohonan rindang dan suasana sejuk membuat tempat ini ideal untuk bersantai dan melepas penat dari rutinitas sehari-hari.
Dengan adanya Bukit Mbah Garut, masyarakat dapat memanfaatkan ruang terbuka hijau ini untuk berbagai kegiatan, mulai dari olahraga hingga piknik bersama keluarga. Kepala Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga Kota Bandung, menambahkan bahwa keberadaan ruang publik ini diharapkan dapat meningkatkan ekonomi kerakyatan dengan menarik lebih banyak pengunjung.
Bukit Mbah Garut dapat diakses dengan mudah baik menggunakan kendaraan pribadi maupun transportasi umum. Lokasinya yang strategis menjadikannya pilihan tepat bagi warga Bandung yang ingin menikmati suasana alam tanpa harus pergi jauh dari kota.
Dengan revitalisasi Bukit Mbah Garut, Pemerintah Kota Bandung menunjukkan komitmennya dalam menambah ruang terbuka hijau dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Taman ini tidak hanya menawarkan keindahan alam tetapi juga menjadi tempat edukasi tentang pentingnya menjaga lingkungan.
Reporter: Zahrah Azizah
Bukit Mbah Celeng: Sejuknya Alam yang Kini Sunyi
VOKALOKA.COM - Bukit Mbah Celeng, yang berlokasi di Jl. Pasir Luhur, Cisurupan, Kec. Cilengkrang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, dulu menjadi tempat favorit bagi para pencinta alam. Dengan udara sejuk dan pemandangan yang terbentang luas, tempat ini memberikan suasana tenang yang sulit ditemukan di tengah kesibukan kota. Bukit ini juga sempat populer sebagai lokasi camping, di mana pengunjung bisa bermalam sambil menikmati keindahan alam yang asri.
Namun, belakangan ini Bukit Mbah Celeng sudah tidak lagi ramai seperti dulu. Tempat ini perlahan-lahan mulai ditinggalkan, terutama karena kurangnya perhatian dalam pengelolaan. Aktivitas camping yang dulu menjadi ciri khasnya kini sudah jarang terlihat. Meski begitu, bukit ini tetap menyimpan pesona tersendiri, terutama bagi mereka yang ingin sekadar berjalan-jalan atau menikmati pemandangan dari ketinggian.
Masyarakat sekitar masih sering bercerita tentang asal-usul nama bukit ini. Konon, nama Bukit Mbah Celeng berasal dari seorang tokoh lokal yang dikenal gemar memelihara celeng (babi hutan) di daerah tersebut. Sosok ini dianggap sebagai penjaga bukit, dan kisahnya masih menjadi bagian dari kehidupan warga setempat. Cerita itu menambah daya tarik bukit ini, meskipun sekarang lebih sering diceritakan daripada dirasakan langsung oleh pengunjung.
Bukit Mbah Celeng memang sudah tidak lagi beroperasi sebagai lokasi wisata, tetapi tempat ini tetap menjadi bagian dari identitas warga setempat. Keindahan alamnya yang masih terjaga seakan menjadi pengingat bahwa tempat-tempat seperti ini perlu dihormati dan dilestarikan. Bagi yang pernah mengunjunginya, Bukit Mbah Celeng menyimpan kenangan yang sulit dilupakan.
Reporter : Salsabila Amani Sa'diyah
Pesona Wayang Windu: Hamparan Kebun Teh Luas di Pangalengan
Nikmati Indahnya Alam di Bumi Perkemahan Rancacangkuang
Fasilitas yang dapat dirasakan seksama dengan hawa yang sejuk dan segar, sobat traveler pasti betah untuk berkemah disana. Bumi perkemahan Rancacangkuang memiliki tempat camping ground yang sangat luas, dengan luasnya camping ground tersebut, sobat traveler gak perlu khawatir lagi kehabisan tempat memasang tenda kalian yaa.
Selain lapangan camping yang luas, sobat traveler juga dapat mendirikan tenda di dekat sungai yang mengalir dari Gunung Tilu. Air sungai yang jernih menjadi salah satu spot bagi para traveler untuk merasakan segarnya air tersebut, dengan merendamkan badan di sana.
Eitss belum berhenti sampai disitu, di Bumi perkemahan Rancacangkuang ini, sobat traveler juga bisa menikmati indahnya sunrise diatas bukitnya lhoo. Hanya perlu berjalan 5 sampai 10 menit sobat traveler akan sampai di puncak bukit dengan melewati asri-nya perkebunan teh yang luas, untuk menikmati sunrise yang indah.
Estimasi biaya masuknya hanya 10 Ribuan saja bagi para pengguna motor, dan 25 ribu rupiah untuk para pengguna mobil, untuk yang ingin membawa camper van dikenakan biaya 75 ribu rupiah yang sudah termasuk biaya parkir dan asuransi yaa.
Itulah destinasi wisata yang cocok bagi sobat traveler yang ingin berkemah di alam yang sejuk dan di temani dengan suara aliran sungai yang syahdu, serta ingin melihat indahnya sunrise di pagi hari yang segar.
Reporter : Rizki Herdiansyah
Wisata Sisa Hartaku: Telusuri Warisan Sejarah dalam Lembaran Masa Lalu
Di balik hiruk-pikuk dunia modern, ada sebuah destinasi yang mengajak kita untuk menatap masa lalu dan meresapi jejak-jejak sejarah yang tertinggal. Sisa Hartaku adalah sebuah perjalanan yang menyuguhkan pengalaman mendalam tentang tragedi yang pernah terjadi di negara ini, terletak di Kepuharjo, Cangkringan, Kabupaten Sleman.
Museum yang berada di Yogyakarta ini didirikan oleh Sriyanto, seorang warga yang selamat dari erupsi Gunung Merapi pada tahun 2010. Museum ini tidak hanya menyimpan barang-barang yang tersisa dari bencana tersebut, tetapi juga berfungsi sebagai pengingat akan tragedi yang menimpa masyarakat setempat. Ketika pertama kali tiba di depan museum, maka kita akan disambut oleh tembok sisa reruntuhan yang bertuliskan kalimat yang bermakna dari Riyan (4-4-11) yang berbunyi, "Dengan Anda melihat bekas sisa erupsi Merapi, "maka" renungi/resapi arti hidup ini."
Setelah membaca kalimat tersebut, rasa penasaran pun muncul tentang tragedi yang telah terjadi. Saat berjalan menuju pintu masuk, kita akan disambut dengan tembok sisa reruntuhan lain yang memuat pesan dari Merapi yang sering diagungkan dengan istilah "Merapi tidak pernah ingkar janji" dengan menggunakan bahasa Jawa, yaitu: "Aku ora ngalahan tur yo ora pengen dikalahke, nanging mesti tekan janjine, mung nyuwun pangapuro nek ono seng ketabrak, keseret, kenter, kebanjiran lan kelelep, mergo ngalang-ngalangi dalan seng bakal tak lewati." Artinya, "Saya tidak mengalah, juga tidak ingin dikalahkan. Meski begitu, janji saya harus saya penuhi. Saya minta maaf jika ada yang tertabrak, terseret, hanyut, terkena banjir, dan tenggelam, karena menghalangi jalan yang memang seharusnya saya lewati."
Bukan hanya itu saja, bahkan ada juga jam dinding yang menjadi saksi kapan erupsi Gunung Merapi terjadi. Jam tersebut menunjukkan pukul 12.05 pada hari Jumat, 5 November, menjadi saksi peristiwa tragis itu terjadi.
Berkunjung ke Museum Sisa Hartaku memberikan pengalaman mendalam. Kita tidak hanya melihat koleksi barang-barang bersejarah tetapi juga merasakan atmosfer mencekam dari peristiwa tragis tersebut melalui pameran foto dan artefak. Di setiap dinding museum terdapat berbagai foto mengerikan yang menggambarkan bagaimana tragedy besar itu terjadi. Bahkan terdapat sisa peninggalan peninggalan lainnya, seperti CD, sepeda rusak dan berkarat, dan lain-lain.
Selain melihat gambar dan sisa peninggalan, museum ini juga menyediakan tour guide yang menjelaskan secara rinci bagaimana peristiwa itu terjadi, bahkan sebelum dan sesudahnya. Penjelasan dari tour guide ini mampu membawa kita menyelami masa lalu secara lebih mendalam.
Museum Sisa Hartaku ini bisa menjadi contoh nyata bagaimana sebuah tragedi bisa diubah menjadi pelajaran berharga bagi kita semua maupun bagi generasi mendatang. Dengan mengunjungi museum ini, kita tidak hanya mengenang masa lalu, tetapi juga belajar untuk menghargai kehidupan dan memahami kekuatan alam.
Reporter : Sri Susanti
Setu Patok: Surga Terlarang dengan Pesona Alam yang Memukau
Telusuri Makna Filosofis Nama dari Wisata Alam Kamodjan Fillage Garut
Eksplorasi Alam dan Seni di NuArt Sculpture Park Bandung
Kamodjan Fillage, Wisata Outdoor Paling Instagramable di Garut
Menenangkan, Lepas Penat di Kawasan Konservasi Tahura Djuanda
VOKALOKA.COM, Bandung - Taman Hutan Raya (Tahura) Djuanda di bilangan Dago boleh jadi masuk daftar tempat healing dan menenangkan pikiran Anda. Ya, hutan konservasi di Bandung ini memiliki banyak spot menarik yang bisa membuat hati dan pikiran menjadi adem. Tahura adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan/atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli dan/atau bukan asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata, dan rekreasi.
Melepas penat di hutan yang tak jauh dari pusat Kota Bandung ini memang mengasyikkan. Sebagai kawasan konservasi, Tahura Djuanda memiliki daya tarik yang luar biasa. Bukan hanya menawarkan panorama yang menyejukkan, tetapi juga sejarah dan wawasan pendidikan bagi pengunjung. Tak mengherankan juga, keeksotisan alam dan keanekaragaman flora dan fauna yang terpelihara di seputar kawasan menjadi magnet tersendiri. Terlebih, di Bandung, kawasan konservasi seperti ini tidak banyak.
Secara kewilayahan, Tahura Djuanda berada di tiga wilayah administratif, yaitu Kota Bandung, Kabupaten Bandung, dan Kabupaten Bandung Barat. Untuk bisa ke Tahura Djuanda, ada beberapa akses yang dapat ditempuh, antara lain lewat Dago Pakar dan Maribaya. Pengunjung atau wisatawan bisa datang ke lokasi sambil berolahraga atau sekadar jalan-jalan menikmati hawa sejuk hutan konservasi tersebut. Terhampar di ketinggian 770 s.d. 1.330 meter mdpl, hutan ini berhawa sejuk dengan kelembapan 70% hingga 90%.
Tahura adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan/atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli dan/atau bukan asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata, dan rekreasi. Di dalam kawasan Tahura Djuanda ada sejumlah objek wisata menarik yang sayang dilewatkan. Dengan tiket masuk Rp17.000, pengunjung bisa menikmati Curug Dago, Curug Omas, Curug Koleang, Curug Kidang, Curug Lalay dan Tebing Keraton. Jika Anda menyukai sejarah, tak ada salahnya mengunjungi Goa Belanda dan Goa Jepang.
Selain itu, pengelola Tahura Djuanda juga menyediakan area berkemah dan penangkaran rusa. Banyak pengunjung yang berdatangan ke sana untuk melepas penat dikala kesibukan aktifitas yang begitu padat, "tahura ini merupakan tempat yang cukup nyaman untuk kami kunjungi, kami dengan keluarga begitu senang dan menikmati keindahan yang ada di sini". Ujar Rini, pengunjung berasal dari Cicalengka.
Primadona Gunung Galunggung, Talaga Bodas Jadi Pusat Pemandian Air Hangat Favorit di Garut
City Light Tersembunyi di Pangalengan, Bukit Eon
Bandung – Bingung dengan keadaan
kota yang sibuk, membuat kami pergi menelusuri keindahan alam di daerah
Pangalengan, Kabupaten Bandung. Tapi tak disangka-sangka, kami menemukan sebuah
hidden gem tempat camping yang lokasinya dekat sekali dengan jalan raya.
Namanya, Bukit Eon. Lokasinya di Kampung Awidatar RT/RW 05/09 Desa Lamajang
Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung. Serius deh ini Worth It banget!
Jaraknya hanya 36 km dari pusat kota
Bandung, yaitu Jalan Asia Afrika. Waktu tempuhnya juga tidak lama, hanya
sekitar 1 jam 15 menit. Dari jalan raya nantinya akan memakan waktu sekitar
10-15 menit saja untuk sampai ke bukit. Aksesnya mobil dan motor friendly kok,
jadi tidak sulit. Kami juga tidak perlu hiking, jadi ketika sampai di parkiran,
naik tangga sedikit saja langsung bisa mendirikan tenda.
Fasilitasnya sangat lengkap dan
serba murah. Biaya masuk ke lokasi itu gratis, alias tidak dipungut biaya
apapun. Lain halnya jika ingin camping, cukup membayar Rp15.000 saja. Disini
juga disediakan layanan penyediaan kayu bakar. Selain itu, kami diberikan
fasilitas berupa kamar mandi, mushola, stopkontak, gazebo, tempat api unggun,
bangku, lampu sorot, dan lampu hias. Karena pengelolanya berasal dari Karang
Taruna, jadi kendaraan kami sangat dijaga. Jangan khawatir, disini sangat
jarang terjadi kemalingan. Terdapat juga warung yang bisa diandalkan ketika
malas memasak, ini karena lokasinya sangat dekat dengan rumah warga.
Lokasi ini memiliki spot yang
menarik, yaitu view City Lights dari atas bukit dan Batu Eon di tengah-tengah
kolam tando harian PLTA yang melegenda penuh dengan cerita. Dahulu batu ini
tidak dapat dipindahkan ataupun dihancurkan walaupun sudah memakai dinamit pada
abad 19. Ini yang membuat heran seluruh masyarakat sekitar, makanya
keberadaannya masih ada sampai sekarang.
Cuaca disini sangat bagus, tidak
panas dan tidak dingin, jadi masih dalam batas yang oke banget untuk pemula.
Selain bisa camping bersama teman, disini juga ramah orang tua, jadi cocok
digunakan camping bersama keluarga. Dengan fasilitas yang super lengkap dan
akses yang serba mudah, Bukit Eon bisa jadi pilihanmu saat healing.
Penulis: Reyditha Amelia
Beberapa Fenomena Unik Ziarah di Makam Para Wali
Acara ini diikuti oleh para santri serta jemaah pengajian bapak-bapak dan ibu-ibu. Seperti tahun-tahun sebelumnya, perjalanan ziarah Wali Songo ini biasanya dilakukan selama kurang lebih lima hari. Namun, karena para jamaah hanya memiliki waktu luang di akhir pekan saja, maka pimpinan ponpes memutuskan untuk berangkat hanya dua hari satu malam saja.
Selama berziarah kami mendapati kejadian-kejadian unik di beberapa tempat ziarah. Pertama, ketika kami berziarah ke makam Sunan Gunung Djati dan Syekh Nurjati. Saat kami berangkat ke Makam Sunan Gunung Djati, kami sangat terkejut melihat banyak pengemis yang meminta-minta kepada rombongan ziarah, mulai dari lansia, anak-anak bahkan preman yang mabuk pun ikut mengemis. Dari ujung ke ujung, mereka antre meminta uang dari kami, bahkan sebagian ada yang terus mengikuti sampai ke gerbang makam karena kami tidak memberi uang. Padahal sebelumnya, ketika di bus, kami menonton video kawasan makam Sunan Djati dan mengira bahwa mereka adalah warga setempat yang sedang nongkrong. Ternyata, mereka adalah pengemis.
Kejadian kedua terjadi ketika kami berziarah ke makam Sunan Kudus. Setelah sampai di terminal bus di Kudus, semua orang tertidur lelap, sebagian ada yang bangun untuk mandi. Sesampainya di Menara Kudus, para peziarah menunggu bedug yang berada di atas menara dibunyikan. Salat Subuh pun dilaksanakan dengan khusyuk. Setelah berdzikir dan berdoa, kami berangkat ke makam Sunan Kudus yang berada tidak jauh dari kawasan masjid. Kami harus membuka sandal ketika memasuki makam, dan suasana makam pun masih sepi karena masih pagi.
Jam 6 pagi, rombongan kami selesai berziarah, lalu siap-siap untuk berfoto bersama di depan Menara Kudus. Foto yang akan diabadikan oleh bagian dokumentasi, akan tetapi terhalang oleh tukang foto paksa. Mereka mengarahkan jemaah untuk difoto, lalu mencetaknya dengan inisiatif tanpa jemaah minta, dan meminta bayaran dari foto tersebut. Selain itu, kawasan foto yang berada di sisi jalan pun bentrok dengan kendaraan yang lalu lalang sehingga mengganggu kegiatan dokumentasi foto.
Kejadian yang ketiga terjadi di kawasan makam Sunan Muria. Sesampainya di makam, kami berjalan sedikit ke atas untuk naik ojek. Namun, suasana di atas ricuh, karena para jemaah berebut ojek untuk sampai ke makam yang berada di atas. Karena kami mengambil hari Minggu pagi, banyak rombongan dari penjuru Nusantara yang berziarah. Perbandingan jumlah antara jemaah dan ojek sangat jauh, sehingga mau tidak mau, kami khususnya panitia harus berebut dan saling sikut untuk mendapatkan ojek. Suasana saat itu sangat rusuh. Karena banyak lansia di rombongan kami, maka santriwan dan santriwati mengalah terlebih dahulu untuk para lansia.
Sunan Muria merupakan makam terakhir yang kami ziarahi. Setelah itu, kami melanjutkan perjalanan pulang ke Bandung. Sesudah do'a perjalanan dipanjatkan, untuk mengisi kekosongan perjalanan, bidang dokumentasi memutar musik-musik religi. Di pertengahan jalan, kami tidak lupa untuk membeli oleh-oleh yang akan dibawa ke Bandung, dan kami membeli di daerah Kampung Semarang. Setelah puas berbelanja, kami melanjutkan perjalanan lagi. Sekitar pukul 9 malam, kami melaksanakan salat jamak takhir Isya dan Ashar. Setelah 40 menit, kami melanjutkan perjalanan.
Tak terasa waktu menunjukan pukul 23.30 WIB, kami pun sampai di Bandung, di Ma'had tercinta yaitu Ma'had Al-Mu'awanah. Orang-orang turun dari bus dengan membawa oleh-oleh dan barang bawaannya. Kembali ke rumah untuk beristirahat, dan bersiap melanjutkan kegiatan esok pagi.
Penulis : Rifqi Muhammad Rofiqi
Menikmati Keindahan Alam Di Tengah Kota Bandung
Di tengah hiruk-pikuk kota Bandung, terdapat sebuah oasis alam yang menanti untuk dijelajahi yaitu Taman Hutan Raya Djuanda. Terletak di kaki Gunung Burangrang, tempat ini menyuguhkan keindahan alam yang memukau serta sejarah yang kaya. Dalam perjalanan ini, kami menemukan bahwa setiap langkah menyimpan cerita.
Pagi itu, sinar matahari mulai menembus pepohonan, menciptakan cahaya keemasan yang menari di atas tanah. Kami memasuki gerbang Taman Hutan Raya Djuanda, disambut oleh udara segar yang beraroma tanah basah. Suara burung berkicau dan desiran angin menyambut kami, memberikan nuansa damai yang jarang ditemukan di kota.
Perjalanan dimulai dengan mengunjungi situs sejarah yang ada di dalam taman. Saya menemukan bekas benteng pertahanan yang dibangun pada masa penjajahan Belanda. Dengan imajinasi yang liar, kami membayangkan bagaimana perjuangan para pahlawan di masa lalu. Di sini, sejarah seolah berbicara, mengajak kami untuk lebih menghargai kebebasan yang kita nikmati saat ini.
Salah satu spot favoritku adalah Tebing Keraton. Dari ketinggian, panorama kota Bandung terhampar begitu indah. Rasanya, semua masalah seketika sirna saat memandang keindahan alam yang begitu megah. Tak hanya itu, aku juga menyempatkan diri untuk mengunjungi Curug Dago. Air terjun yang menyegarkan ini menjadi tempat yang pas untuk melepas penat setelah seharian beraktivitas.
Bagi para pecinta alam, Tahura Djuanda adalah surga tersembunyi yang wajib dikunjungi. Selain keindahan alamnya, tempat ini juga menawarkan berbagai aktivitas menarik seperti trekking, camping, dan bersepeda. Jika kamu ingin mencari ketenangan dan mendekatkan diri dengan alam, Tahura Djuanda adalah jawabannya.
Setelah menjelajahi sejarah, saya melanjutkan perjalanan menuju hutan yang lebat. Trek yang berkelok-kelok membawa saya melewati berbagai jenis pohon dan tumbuhan, masing-masing bercerita tentang ekosistem yang kaya. Di tengah perjalanan, kami berhenti di sebuah air terjun kecil yang tersembunyi. Suara gemuruh air yang jatuh memberikan sensasi menenangkan. Kami tak dapat menahan diri untuk berfoto dan merasakan kesegaran air yang menetes di wajah.
Tahura Djuanda bukan hanya tentang pemandangan, tetapi juga keanekaragaman hayati. Kami beruntung melihat sekawanan monyet, kupu-kupu berwarna-warni yang menari di antara bunga-bunga. Dengan kamera di tangan, saya mencoba mengabadikan momen tersebut, sementara seorang teman saya menceritakan tentang pentingnya menjaga keanekaragaman hayati.
Petualangan di Tahura Djuanda bukan hanya tentang menikmati keindahan alam, tetapi juga menyelami sejarah dan menyadari pentingnya menjaga kelestarian lingkungan. Setiap langkah di hutan ini mengajarkan kami untuk menghargai dan merawat alam, agar generasi mendatang dapat merasakan keajaiban yang sama. Dengan hati penuh kenangan, kami meninggalkan taman ini, membawa pulang lebih dari sekadar foto, tetapi juga pelajaran hidup yang berharga.
Jika kamu mencari tempat untuk menghabiskan waktu bersama keluarga atau teman, Tahura Djuanda adalah pilihan yang tepat. Selain menawarkan berbagai aktivitas outdoor, tempat ini juga menyediakan fasilitas yang cukup lengkap, seperti area parkir, toilet, dan warung makan.
Penulis : Riki Rachmat Ilham
Citumang: Surga Tersembunyi bagi Pecinta Alam
Salah satu daya tarik utama Citumang adalah aktivitas body rafting. Dengan menggunakan ban dalam, pengunjung dapat menyusuri sungai sambil menikmati keindahan alam sekitar. Arus sungai yang tidak terlalu deras membuat aktivitas ini aman bagi pemula, bahkan anak-anak pun bisa ikut serta. Sepanjang perjalanan, pengunjung akan disuguhi pemandangan yang menakjubkan, seperti tebing-tebing hijau, gua-gua alami, dan air terjun mini.
Selain body rafting, Citumang juga menawarkan berbagai aktivitas lain yang menarik, seperti berenang, snorkeling, dan trekking. Bagi yang ingin menikmati suasana yang lebih tenang, bisa bersantai di tepi sungai sambil menikmati bekal makan siang.
Yang membuat Citumang begitu istimewa adalah keaslian alamnya yang masih terjaga. Hutan di sekitar sungai menjadi rumah bagi berbagai jenis flora dan fauna. Suara burung yang berkicau dan suara air sungai menciptakan suasana yang sangat menenangkan.
Citumang adalah destinasi wisata yang cocok bagi keluarga ataupun bersama teman-teman yang menyukai alam dan petualangan. Selain keindahan alamnya, Citumang juga menawarkan pengalaman yang sangat seru dan menyenangkan. Dengan pengelolaan yang baik oleh warga setempat, Citumang berhasil menjadi daya tarik masyarakat lokal maupun internasional.
Reporter : Zulfan Syah Arrasyady
Menelusuri Keajaiban Bawah Tanah di Goa Pindul
VOKALOKA.COM, Yogyakarta - Goa Pindul, sebuah destinasi wisata alam yang menakjubkan di Yogyakarta, menawarkan pengalaman petualangan yang tak terlupakan. Terletak di kawasan Gunungkidul, gua ini terkenal dengan keindahan stalaktit dan stalagmitnya, serta sungai bawah tanah yang dapat dijelajahi dengan aktivitas tubing.
Salah satu daya tarik utama Goa Pindul adalah aktivitas tubing. Anda akan menikmati menyusuri sungai bawah tanah dengan menggunakan ban pelampung. Selama perjalanan, pemandu akan memberikan penjelasan mengenai sejarah dan keunikan gua ini. Sensasi bermanuver di antara stalaktit dan stalagmit serta merasakan dinginnya air sungai akan menjadi pengalaman yang tak terlupakan.
Goa pindul memiliki kedalaman air berkisar 12 meter dengan ketinggian diatas air 5 meter. Panjang lorong goa 350 meter dan perjalanan menyelusuri sekitar 50-60 menit. Penelusuran gua yang ditemani oleh pemandu wisata yang akan menjelaskan sejarah goa beserta mitos mitos yang ada dengan berbekal senter.
Harga yang terjangkau pada wisata ini menjadi daya tarik para wisatawan dari luar kota. Cahaya yang menembus celah-celah bebatuan menciptakan pemandangan yang memukau, seolah-olah sedang menjelajahi dunia lain. Ada berbagai macam mitos dalam Goa Pindul, seperti batu perkasa dan batu . Beberapa kepercayaan menyebutkan bahwa ada batu-batu tertentu di dalam goa yang memiliki kekuatan magis. Konon, batu-batu ini dapat memberikan kekuatan fisik dan keberuntungan bagi siapa saja yang menyentuhnya. Selain itu, terdapat mitos batu yang berkaitan dengan kaum wanita.
Menurut seorang pemandu wisata siapa saja wanita yang terkena tetesan air dari salah satu batu maka akan menjadi cantik jelita dan mempesona. Setelah menempuh perjalanan 300 meter dan hampir sampai ujung goa, wisatawan dapat menikmati keindahan cahaya matahari yang masuk melalui celah goa. Wisatawan juga diperbolehkan berenang dan bermain main air juga dapat mengabadikan momen yang di bantu oleh pemandu wisata.
Reporter : Zahrah Azizah