Dosen UIN Sunan Gunung Djati Bandung Sebut Faktor Penyebab Jemaah Haji Hilang di Tanah Suci

 


VOKALOKA.COM Dosen Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung Uwes Fatoni memberikan tanggapan terkait jemaah haji yang hilang di Mekah yang ternyata mereka adalah jemaah lansia yang pada kegiatan haji 2023 menjadi perhatian pemerintah dengan moto haji 2023 haji ramah lansia.

"Tentu hilangnya jemaah lansia itu menjadi catatan penting bagi kementerian, utamanya dalam melakukan koordinasi dan pengawasan terhadap jemaah, khususnya lansia," ujar Uwes saat dihubungi Tribun Jabar, Senin (10/7/2023).


"Seringkali, jemaah lansia yang hilang adalah jemaah yang alami dimensia, yakni kondisi ketika seseorang yang sudah lanjut usia alami penurunan daya pikir dan daya ingat sehingga mengalami kesulitan untuk menemukan lokasi tempat tinggal, termasuk di Arafah dan Mina."

Tak hanya itu, kata Uwes, umumnya jemaah memerlukan waktu untuk dapat mengenali daerah sekitar tempat tinggalnya sebagai daerah nyaman.

Dalam kegiatan ibadah haji, katanya, seringkali jemaah mengalami kehilangan arah kembali ke tempat penginapan ketika mereka pertama kali berada di satu tempat, seperti awal berada di hotel di Mekah atau Madinah, atau ketika menginap di tenda Arafah dan Mina yang hanya satu sampai tiga malam.

"jemaah umum yang bukan lansia sangat mungkin tersasar ketika tak bisa mengenali tanda-tanda tempat tinggalnya, apalagi jemaah lansia yang mengalami penurunan daya ingat."

"Lalu, ada masalah krusial dalam sistem kuota jemaah haji 2023, yaitu aturan yang diperbaharui oleh Kementerian Agama tentang jemaah pendamping jemaah lansia."

"Biasanya, sebelum masa Covid saat jemaah haji ada jemaah lansia, maka ada keluarganya yang kemudian ditambahkan sebagai kuota jemaah pendamping," ujarnya.

Namun, pada 2023 kuota tersebut dihapuskan dan sudah tak ada lagi jemaah dari keluarga yang menjadi pendamping jemaah lansia.

Padahal, menurutnya, jumlah jemaah lansia mencapai 30 persen sehingga tanggung jawab untuk menangani jemaah lansia yang sebelumnya berada di tangan jemaah pendamping sekarang menjadi berada di bawah tanggung jawab petugas kloter yang hanya delapan orang, terdiri atas ketua kloter, pembimbing haji, petugas kesehatan, dan petugas haji daerah.

"Dengan perbandingan satu petugas kloter berbanding 50 orang jemaah yang harus ditanganinya, tentu beban untuk pelayanan dan pengawasan ini menjadi berat, meski di setiap kloter itu ada ketua rombongan atau karom per 40 orang jemaah dan ketua regu atau karu per 10 jemaah, tetapi tanggung jawab utama tetap ada di petugas kloter tersebut dalam melayani, melindungi, dan melaporkan berbagai kondisi dari jemaah di kloternya," katanya.

Selain itu, ada pula petugas lainnya yang ikut membantu dalam melayani jemaah haji ketika musim puncak haji di Armuzna, Arafah, Muzdalifah, dan Mina yang biasanya berasal dari petugas yang berada di titik-titik daerah tertentu, semisal bandara, hotel, teminal, sekitar Masjidil Haram, dan Masjid Nabawi.

"Saat pelaksanaan wukuf dan lempar jumrah, mereka semua ada di Arafah dan Mina."

"Jadi, mestinya para petugas bisa melakukan komunikasi yang responsif dalam mengantisipasi berbagai kemungkinan terjadi yang tak diinginkan."

"Namun, terkadang ada beberapa petugas yang memiliki karakter komunikasi defensif, mereka hanya menunggu ditanya, dan tak aktif melakukan upaya antisipatif dalam membantu jemaah."

"Jadi, hanya sebatas merespons ketika jemaah meminta bantuan. Ini tentu mengakibatkan risiko jemaah yang hilang semakin besar karena tak terantisipasi sejak awal," katanya.

Uwes menyarankan semestinya ketika pelaksanaan haji yang berlangsung setiap tahun, para petugas haji ini diberi pelatihan secara intensif untuk mampu memiliki keahlian berkomunikasi secara responsif dan antisipatif, terutama dalam melayani dan melindungi para jemaah, khususnya jemaah lansia yang mengidap dimensia, sehingga bila ada kejadian hilang seperti yang terjadi beberapa waktu lalu bisa segera terantisipasi.

"jemaah yang hilang di Mekah masalahnya itu bukan pada sistem pengawasan haji, tapi sistem petugas haji yang berfungsi melakukan pembinaan, pelayanan, dan perlindungan," ujar Uwes. (*)

No comments

Post a Comment